Sabtu, 15 Desember 2012

Pemuda Batak Jangan Kehilangan Sejarah


Berapa banyak pemuda dan remaja yang sadar akan pentingnya masa kini tetapi melewati dan melupakan sejarah diri, keluarga, lingkungan. Pemuda Indonesia yang dari beribu suku adalah sebuah modal kekuatan inti dalam memainkan peran dan kontribusi terutama perjalanan sejarah bangsa ini, rangkain sejarah pergerakan pemuda dimulai dari 1908, 1928,1945, 1966,1974, dan 1998.
Dalam pemuda Indonesia sudah pasti ada pemuda batak yang dahulu pada tahun 1928 dikenal dengan Jong Batak, sejarah mencatat pemuda Batak sudah ikut memperjuangkan kemerdekaan dan persatuan Indonesia. Pemuda Batak pasti tidak lepas dengan suku Batak yang indentik dengan keragaman adat dan istiadatnya.
Untuk seorang pemuda Batak tidak hanya cukup menempel sebuah marga untuk menunjukkan indetitasnya dalam pergaulan teman semarga (dongan samarga), posisi dalam adat dan yang lainya tetapi juga harus dibekali dengan sejarah, kenapa banyak sekali dalam tulisan ini dengan kata-kata sejarah, karena bagi penulis sejarah sangat penting untuk diketahui dan dipelajari karena tanpa mengetahui sejarah kita akan dilipat-lipat menjadi liliput dan hancur berkeping-keping. Bahkan the Founding Father Bangsa ini Soekarno mengatakan,”Jas Merah, Jangan pernah Melupakan Sejarah”. Stephon Tong dalam buku Pemuda dan Krisis Jaman menjelaskan, jika seseorang tidak pernah mau mempelajari sejarah, maka ia tidak akan pernah mengetahui asal-usul dan akar yang sesungguhnya bagi dirinya sendiri, jika seorang pemuda Prancis tidak mempelajari sejarah Prancis, maka ia mungkin tidak mengakui dirinya sebagai orang Prancis, hal yang sama juga akan terjadi jika ada seorang pemuda Batak yang tidak mempelajari sejarah Batak, maka ia mungkin tidak mengakui dirinya seorang pemuda Batak.
Seorang filsafat dari Prancis Will Durant mengatakan, “Kehilangan sejarah berarti kehilangan indetitas,” apakah mau jika ada seorang pemuda Batak yang kehilangan sejarah akan kehilangan indetitas. Hegel seorang guru yang mengajarkan kepada muridnya Karl Max di Jerman, “pelajaran terbesar dari sejarah ialah manusia tidak mau belajar dari sejarah.”
Timbul sebuah pertanyaan serta kejadian dimensi social bagi masyarakat Batak yang ada di tanah perantauan (tano parserahan), masih adakah orang tua yang masih tetap memberi pengetahuan sejarah untuk pemuda Batak,?  Karena untuk dapat menjaga kelangsung perjalanan dalihan na tolu, para pemuda Batak harus diisi dengan pembelajaran sejarah sukunya supaya tidak kehilangan indetitas. Dalam penglihatan dan hemat penulis sudah banyak terjadi degradasi dalam sejarah untuk seorang pemuda Batak yang ada dalam tanah perantauan. Para pemuda Batak yang lahir di tanah perantauan seakan-akan hanya disisakan oleh marga yang melekat dari ayah karena suku Batak menganut Patranial geogolis, kebanyakan dari pemuda Batak ini sudah susah untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Batak, mengerti akan ucapan atau kalimat bahasa Batak.
Gereja HKBP yang sudah ada ratusan tahun di tanah Batak dan tersebar diseluruh dunia, pada era sekarang masih kurang melihat perkembangan dan kebutuhan Naposo bulung HKBP, Gereja jangan hanya memetingkan sebuah bangunan fisik yang megah tetapi juga harus dapat memenuhi aspirasi jemaat terutama NHKBP karena mereka ini yang akan menjadi penerus kelangsungan HKBP untuk ratusan tahun mendatang. Keberadaan NHKBP menjadi salah satu tempat bernaungnya pemuda dan pemudi Batak sudah sepatutnya HKBP memberikan sebuah metode untuk para pemuda-pemudi Batak ini, apakah dalam setiap bulan sekali diajarkan bagaimana menggunakan bahasa batak, panuturion, karena dengan berkumpulnya pemuda-pemudi Batak dalam satu wadah ditanah perantauan sudah satu penujuk indetitas kesukuan tetapi tidak melupakan nation dan agamanya. Semoga saja dalam usia yang ratusan HKBP ada dapat memberi pendidikan sejarah dan pengetahuan bagi NHKBP diseluruh gereja-geraja HKBP didunia.
Beruntung bagi sekelompok pemuda yang orang tuanya masih fasih dalam menggunakan bahasa Batak dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, jadi setidak-tidaknya mereka para pemuda ini memahami arti dari bahasa yang digunakan, barulah mereka para pemuda ini dorong dengan penuh kesadaran untuk mempelajari sejarah Batak.
Kutipan ini yang bisa saya ambil adalah, “Disce, ut semper victurus, vive, ut cras moriturus” yang artinya “Belajarlah seakan engkau akan hidup kekal, hiduplah seakan engkau besok akan mati.” “Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan. Tetapi yang mengabaikan teguran, tersesat,” Amsal 10:17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar