Sabtu, 18 Desember 2010

Terus Bermimpi dan Raihlah!!!

Kebernian Sebuah Mimpi
Dalam tidur setiap orang pasti pernah bermimpi dan bahkan kata orang banyak bahwa mimpi itu adalah "bunga Tidur", kalau tidak bermimpi maka orang tersebut tidak mempunyai khayalan atau imajinasi.Tetapi ada pertayaan apakah saat bermimpi kita dalam posisi terjaga dan sadar bahwa kita sedang bermimpi??, kalau dalam minpi yang terjaga ini adalah mimpi yang membuat kita membangun sebuah harapan-harapan yang baik untuk masa depan manusia.Memang kita boleh bermimpi sesuka kita tetapi dalam semua mimpi kita ada konsekuensinya, yaitu dalam konsekuensinya seorang yang bermimpi harus digapai dan dilaksanakan. Inilah yang disebut berani bermimpi dan berani meraih mimpi tersebut, mungkin dalam setiap mimpi kita pasti banyak pertentangan dengan masyarakat yang ada di sekitar kita, tetapi bila kita dapat meraih dan membuktikan mimpi kita pada masyarakat dan pastilah masyarakat akan dapat menerima mimpi kita. Mungkin ini hanya contoh kecil dalam bentuk mimpi yang bertetangan dengan masyarakat yang ada seperti apa yang di alami oleh Yves Rossy, dimana ia pernah bermimpi untuk bisa terbang seperti burung, tentu saja banyak masyarakat yang mencemooh mimpi tersebut karena di anggap gila, tetapi Yves tetap berusaha untuk menggapai mimpi tersebut dan akhirnya pada tanggal 26 September 2008, dia berhasil membuat sayap jet yang dapat menerbangkan dirinya dari Inggris menuju Perancis.
Banyak orang yang mempunyai mimpi tetapi sedikit yang berani meraih mimpi tersebut, dan inilah perbedaan yang mencolok antara orang yang hanya mempunyai mimpi dan orang yang berani meraih mimpi tersebut, di antara lain :
1.Orang yang berani meraih mimpi bergantung pada sebuah kedisiplinan diri untuk meraihnya, sedangkan orang yang hanya dapat bermimpi hanya mengandalkan sebuah faktor keberuntungan.
2.Orang yang berani meraih mimpi mempunyai kepribadian yang berani dan tetap fokus pada proses pencapaian, sedangkan orang yang hanya bermimpi hanya fokus pada pada hasil akhir, enggan melewati proses.
3.Orang yang berani meraih mimpi mencari alasan untuk dapat bertindak, sedangkan orang yang hanya mempunyai mimpi mencari alasan untuk mengeluh pada keadaan.
4.Orang yang berani meraih mimpi selalu mengambil insiatif dan berani mengambil sebuah keputusan walaupun dalam kesulitan, sedangkan orang yang mempunyai mimpi hanya bersikap pasif dan menunggu sebuah keputusan.
5.Orang yang berani meraih mimpi adalah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab atas semua perbuatannya, walau itu salah maupun benar karena semua perbuatan siap untuk ditanggung walau besar akibatnya, sedang orang yang hanya mempunyai mimpi adalah orang yang suka lepas dari sebuah tanggung jawab dan menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain.

Akhirnya semua orang pasti pernah bermimpi, tinggal bagaimana setiap insan manusia yang memilih dimanakah ia berada, di dalam posisi orang yang berani meraih mimpi atau orang yang hanya mempunyai mimpi. semua keputusan ada di setiap insan manusia silahkan memilih.

Salam Sejahtera

Sabtu, 11 Desember 2010

Aliansi Antara Kelas Buruh Dengan Petani Terhisap V.I. Lenin (1917)

Sepucuk Surat untuk "Pravda"

Hari ini, Sabtu 18 November, dalam kesempatan pidato yang aku sampaikan pada Konggres Petani secara terbuka aku mengajukan pertanyaan yang segera pula kujawab. Hal yang mendasar adalah bahwa pertanyaan tadi dan jawaban yang kusampaikan mungkin secara tak langsung akan dipahami oleh seluruh khalayak pembaca meski jawaban itu nampak semata mata menurut pendapat aku sendiri tetapi pada dasarnya merupakan pendapat Partai Bolshevik seluruhnya.

Masalah itu adalah sebagai berikut:

Berkaitan dengan soal aliansi antara kelas buruh Bolshevik dengan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri, yang kebanyakan kaum tani yang pada saat ini terpercaya, aku berpendapat dalam pidatoku bahwa aliansi ini dapat menjadi suatu "koalisi sejati", sebuah aliansi yang paling murni, karena di situ tidak ada perbedaan kepentingan radikal antara buruh upahan dengan pekerja dan tani terhisap. Sosialisme sepenuhnya mampu mempertemukan kedua kepentingan tersebut. Hanyalah sosialisme yang mampu mempertemukan kepentin­gan mereka. Karenanya, betapa sangat mungkin dan pasti untuk sebuah "koalisi sejati" antara kelas proletar dengan kaum pekerja dan petani terhisap. Sebaliknya, suatu "koalisi" (aliansi) antara kelas buruh dan kelas-kelas terhisap di satu pihak, dengan kelas borjuis di lain pihak, mustahil dapat tercapai "koalisi sejati" karena kepentingan di antara kelas-kelas tersebut berbeda tajam.

Coba bayangkan, kataku, bilamana dalam pemerintahan terdapat segolongan mayoritas Bolshewik dan segolongan minoritas Sosialis-Revolusioner Kiri, atau bahkan saja mari coba kita asumsikan, hanya ada segolongan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri Komisaris Pertanian. Dapatkah kaum Bolshewik melangsungkan koalisi sejati di bawah syarat-syarat demikian ?

Mereka mungkin; karena dalam perjuangan mereka tidak mungkin didamaikan dalam melawan elemen-elemen kontra revolusioner (termasuk kaum Sosialis-Revolusioner Kanan dan para pembelanya), kaum Bolshewik akan menyokong untuk abstain dari voting tentang soal-soal yang bersangkutan dengan persoalan-persoalan kaum Sosialis-Revolusioner dalam program pertanahan yang diajukan melalui Konggres Kedua Soviet-Soviet Seluruh Rusia. Sebagai contohnya, persoalan tentang kepemilikan tanah merata dan redis­tribusi tanah di kalangan petani kecil.

Dengan melakukan abstain dari voting atas persoalan demikian kaum Bolshewik sedikitpun tidak akan mengubah program mereka.

Karena dengan kemenangan sosialisme (kontrol buruh terhadap pabrik-pabrik, yang kemudian diikuti dengan pengambilalihan ke tangan mereka, nasionalisasi bank-bank, dan pembentukan sebuah Dewan Ekonomi Pusat guna mengatur seluruh kehidupan ekonomi negeri) menyatakan bahwa kaum buruh menjadi diwajibkan untuk sepakat akan keadaan-keadaan transisional yang diajukan oleh kelas pekerja kecil dan tani yang terhisap, memberi bukti kea­daan-keadaan demikian tidak merusak bagi alasan-alasan sosialisme. Tatkala masih seorang Marxis (1899-1909) Kautsky bahkan acapkali mengakui aku katakan bahwa keadaan-keadaan peralihan menuju sosialisme tidak bisa identik di negeri-negeri dengan wilayah pertanian luas dengan negeri berwilayah kecil.

Kita kaum Bolshewik seharusnya abstain dari voting ketika persoalan seperti ini diputuskan dalam Dewan Komisaris Rakyat atau di dalam Komite Eksekutif Sentral, karena jika kaum Sosia­lis-Revolusioner Kiri (termasuk juga kaum tani yang mendukung mereka) setuju akan kontrol kaum buruh, akan nasionalisasi bank-bank, dst-dst, kepemilikan tanah merata hanyalah satu keadaan peralihan menuju sosialisme sepenuhnya. Bagi proletariat untuk menentukan keadaan-keadaan peralihan seperti itu adalah absurd; adalah wajib memberikan demi kepentingan kemenangan sosialisme kepada kaum pekerja kecil dan petani terhisap dalam menentukan keadaan-keadaan peralihan tersebut karena mereka tidak mungkin mengganggu tujuan sosialisme.

Lebih lanjut lagi, seorang Sosialis-Revolusioner Kiri (jika aku tak salah, adalah kawan Feofilaktov) menanyakan kepadaku sebagai berikut:
"Bagaimana tindakan Bolshewik apabila dalam Majelis Pemili­han petani menetapkan undang-undang tentang kepemilikan tanah merata, sementara kaum borjuis menentang petani, dan keputusan diserahkan kepada kaum Bolshewik?"

Jawabanku: di bawah keadaan-keadaan demikian, ketika tujuan sosialisme dapat dijamin melalui pengenalan kontrol kaum buruh, nasionalisasi bank-bank, dll, aliansi antara kelas buruh dengan kelas pekerja dan petani terhisap membuat keharusan bagi partai proletar untuk mendukung kaum tani dan menentang kaum borjuis. Menurut pendapatku, kaum Bolshewik berhak menyampaikan suara saat deklarasi penolakan, dengan mengumumkan ketidaksepakatan mereka, dan seterusnya, namum di tengah situasi seperti ini untuk abstain dari voting bisa mengkhianati sekutunya di dalam perjuangan bagi sosialisme hanya karena satu perbedaan dengan mereka soal tertentu. Dalam situasi demikian, kaum Bolshe­wik tidak akan mengkhianati kaum tani. Kepemilikan tanah merata dan keadaan-keadaan yang serupa tidak bisa dinilai sosialisme apabila kekuasaan yang di tangan Pemerintahan Buruh dan Tani, apabila kontrol kelas buruh diperkenalkan, bank-bank dinasionali­sasikan, didirikannya sebuah badan ekonomi pusat buruh dan tani untuk mengarahkan (mengatur) seluruh kehidupan ekonomi negeri, dan begitulah seterusnya. (N. LENIN)

Aliansi Antara Kelas Buruh Dengan Petani Terhisap V.I. Lenin (1917)

Sepucuk Surat untuk "Pravda"

Hari ini, Sabtu 18 November, dalam kesempatan pidato yang aku sampaikan pada Konggres Petani secara terbuka aku mengajukan pertanyaan yang segera pula kujawab. Hal yang mendasar adalah bahwa pertanyaan tadi dan jawaban yang kusampaikan mungkin secara tak langsung akan dipahami oleh seluruh khalayak pembaca meski jawaban itu nampak semata mata menurut pendapat aku sendiri tetapi pada dasarnya merupakan pendapat Partai Bolshevik seluruhnya.

Masalah itu adalah sebagai berikut:

Berkaitan dengan soal aliansi antara kelas buruh Bolshevik dengan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri, yang kebanyakan kaum tani yang pada saat ini terpercaya, aku berpendapat dalam pidatoku bahwa aliansi ini dapat menjadi suatu "koalisi sejati", sebuah aliansi yang paling murni, karena di situ tidak ada perbedaan kepentingan radikal antara buruh upahan dengan pekerja dan tani terhisap. Sosialisme sepenuhnya mampu mempertemukan kedua kepentingan tersebut. Hanyalah sosialisme yang mampu mempertemukan kepentin­gan mereka. Karenanya, betapa sangat mungkin dan pasti untuk sebuah "koalisi sejati" antara kelas proletar dengan kaum pekerja dan petani terhisap. Sebaliknya, suatu "koalisi" (aliansi) antara kelas buruh dan kelas-kelas terhisap di satu pihak, dengan kelas borjuis di lain pihak, mustahil dapat tercapai "koalisi sejati" karena kepentingan di antara kelas-kelas tersebut berbeda tajam.

Coba bayangkan, kataku, bilamana dalam pemerintahan terdapat segolongan mayoritas Bolshewik dan segolongan minoritas Sosialis-Revolusioner Kiri, atau bahkan saja mari coba kita asumsikan, hanya ada segolongan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri Komisaris Pertanian. Dapatkah kaum Bolshewik melangsungkan koalisi sejati di bawah syarat-syarat demikian ?

Mereka mungkin; karena dalam perjuangan mereka tidak mungkin didamaikan dalam melawan elemen-elemen kontra revolusioner (termasuk kaum Sosialis-Revolusioner Kanan dan para pembelanya), kaum Bolshewik akan menyokong untuk abstain dari voting tentang soal-soal yang bersangkutan dengan persoalan-persoalan kaum Sosialis-Revolusioner dalam program pertanahan yang diajukan melalui Konggres Kedua Soviet-Soviet Seluruh Rusia. Sebagai contohnya, persoalan tentang kepemilikan tanah merata dan redis­tribusi tanah di kalangan petani kecil.

Dengan melakukan abstain dari voting atas persoalan demikian kaum Bolshewik sedikitpun tidak akan mengubah program mereka.

Karena dengan kemenangan sosialisme (kontrol buruh terhadap pabrik-pabrik, yang kemudian diikuti dengan pengambilalihan ke tangan mereka, nasionalisasi bank-bank, dan pembentukan sebuah Dewan Ekonomi Pusat guna mengatur seluruh kehidupan ekonomi negeri) menyatakan bahwa kaum buruh menjadi diwajibkan untuk sepakat akan keadaan-keadaan transisional yang diajukan oleh kelas pekerja kecil dan tani yang terhisap, memberi bukti kea­daan-keadaan demikian tidak merusak bagi alasan-alasan sosialisme. Tatkala masih seorang Marxis (1899-1909) Kautsky bahkan acapkali mengakui aku katakan bahwa keadaan-keadaan peralihan menuju sosialisme tidak bisa identik di negeri-negeri dengan wilayah pertanian luas dengan negeri berwilayah kecil.

Kita kaum Bolshewik seharusnya abstain dari voting ketika persoalan seperti ini diputuskan dalam Dewan Komisaris Rakyat atau di dalam Komite Eksekutif Sentral, karena jika kaum Sosia­lis-Revolusioner Kiri (termasuk juga kaum tani yang mendukung mereka) setuju akan kontrol kaum buruh, akan nasionalisasi bank-bank, dst-dst, kepemilikan tanah merata hanyalah satu keadaan peralihan menuju sosialisme sepenuhnya. Bagi proletariat untuk menentukan keadaan-keadaan peralihan seperti itu adalah absurd; adalah wajib memberikan demi kepentingan kemenangan sosialisme kepada kaum pekerja kecil dan petani terhisap dalam menentukan keadaan-keadaan peralihan tersebut karena mereka tidak mungkin mengganggu tujuan sosialisme.

Lebih lanjut lagi, seorang Sosialis-Revolusioner Kiri (jika aku tak salah, adalah kawan Feofilaktov) menanyakan kepadaku sebagai berikut:
"Bagaimana tindakan Bolshewik apabila dalam Majelis Pemili­han petani menetapkan undang-undang tentang kepemilikan tanah merata, sementara kaum borjuis menentang petani, dan keputusan diserahkan kepada kaum Bolshewik?"

Jawabanku: di bawah keadaan-keadaan demikian, ketika tujuan sosialisme dapat dijamin melalui pengenalan kontrol kaum buruh, nasionalisasi bank-bank, dll, aliansi antara kelas buruh dengan kelas pekerja dan petani terhisap membuat keharusan bagi partai proletar untuk mendukung kaum tani dan menentang kaum borjuis. Menurut pendapatku, kaum Bolshewik berhak menyampaikan suara saat deklarasi penolakan, dengan mengumumkan ketidaksepakatan mereka, dan seterusnya, namum di tengah situasi seperti ini untuk abstain dari voting bisa mengkhianati sekutunya di dalam perjuangan bagi sosialisme hanya karena satu perbedaan dengan mereka soal tertentu. Dalam situasi demikian, kaum Bolshe­wik tidak akan mengkhianati kaum tani. Kepemilikan tanah merata dan keadaan-keadaan yang serupa tidak bisa dinilai sosialisme apabila kekuasaan yang di tangan Pemerintahan Buruh dan Tani, apabila kontrol kelas buruh diperkenalkan, bank-bank dinasionali­sasikan, didirikannya sebuah badan ekonomi pusat buruh dan tani untuk mengarahkan (mengatur) seluruh kehidupan ekonomi negeri, dan begitulah seterusnya. (N. LENIN)