Hegel berkata kepada muridnya
Karl Max, mengatakan “Pelajaran terbesar dari sejarah ialah manusia tidak mau
belajar dari sejarah,” kata-kata ini tentu mengingtakan kita pada tahun 2002
dimana waktu Presiden Megawati dan Wapres Hamzah H, Susilo Bambang Yudhoyono
menjadi MenkoPolhukam dimana pada era itu SBY sempat menjadi orang yang menjadi
korban politik karena kata-kata yang dikeluarkan oleh Taufik Kemas dengan
kejadian itu pers ramai-ramai mengekspos habis berita tersebut sehingga membuat
opini dan rakyat bersimpati ke SBY yang telah menjadi korban dan rakyat
menghujat sikap yang ditunjukan oleh Taufik Kemas, dari kejadian itu nama SBY
langsung meroket dan menjadi Presiden dalam 2 kali pemilu mulai dari 2004-2009
dan 2009-2014.
Kalau menilik dari dari
konstitusi partai tidak ada celah untuk menjatuhkan secara paksa tampuk
kepemimpinan Anas Urbaningrum. Tetapi akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) akhirnya menetapkan Anas Urbaningrum menjadi tersangka dalam kasus
Hambalang dan sesuai fakta intergritas, Anas harus mengundurkan diri dari Ketua
Umum Demokrat. Kejadian ini hampir menyerupai dengan kejadian apa yang dialami
oleh SBY pada tahun 2002 dimana orang yang menjadi korban politik akan mendapat
simpati dari rakyat, terlepas apa sikorban politik salah atau benar.
Seminggu pasca penetapan Anas
Urbaningrum ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, seluruh rekan-rekan,
saudara, bahkan dari tokoh-tokoh Bangsa ini berdatangan ke rumah Anas untuk
memberikan semangat moril kepada Anas, dan tidak juga ketinggalan pemberitaan
media yang gencar mengekspos rumah tinggal Anas yang tidak pernah sepi tamu
yang datang. Anas yang dalam pidato pengunduran dirinya mengatakan akan membuka
lembaran-lembaran berikutnya.
Melihat keadaan yang banyak konflik di dalam
tubuh partai para pemilik media ini terus memanfaatkan suasana demi menaikan
rating dan oplah pendapatan. Bila kita ingat betul pepatah bijak yang
mengatakan "Mulutmu, Harimaumu", memang seorang politisi bebas untuk
mengeluarkan pendapat tetapi bila mengeluarkan pendapat harus juga melihat
kebutuhan dan posisi serta juga diharapkan kepada pengurus partai untuk tetap
berkonsentrasi pada pemenangan pemilu di 2014 yang waktunya semakin mendesak,
jangan sampai keadaan ini dimanfaatkan oleh para makelar yang mencari
keuntungan karena bila partai Demokrat hancur yang hancur adalah ranting dan
pac yang tersebar diseluruh Indonesia.
Partai Demokrat, partai yang
sedang berkuasa. Hampir dua tahun tidak lepas dari pemberitaan miring media.
Terutama media-media yang dikuasai oleh ketua-ketua partai politik, memang ada
istilah yang digunakan oleh para juru berita ini "the bad news is the good
news". Bahkan hasil dari sebuah lembaga survey yang mengatakan suara
Partai Demokrat anjlok menjadi 8,3% pada pemilu 2014, hal ini membuat beberapa
anggota dewan pembina mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sangat enak untuk
dikomsumsi oleh media langsung dan disebar luaskan ke masyarakat. Hal yang sama
juga dilakukan oleh para pengurus Partai mulai dari tingkat DPP sampai DPD dan
tidak ketinggalan para pengurus DPC untuk melakukan counter attack terhadap
celotehan-celotehan anggota dewan pembina sehingga menambah kisruh keadaan
bukan untuk meredakan masalah karena banyak terdapat silang pendapat dan saling
serang sesama kader dan pengurus Demokrat.
Apa yang dikatakan Hegel kepada
Karl Max tampaknya harus dicermati oleh elit-elit Partai Demokrat jangan sampai
mereka para elit Partai Demokrat tidak belajar dari perjalanan sejarah Susilo
Bambang Yudhoyono, dimana SBY pernah menjadi korban politik sekarang kejadian
yang tidak jauh berbeda terjadi dalam tubuh Partai Demokrat dimana ada seorang
Anas Urbaningrum yang juga menjadi korban politik, timbul sebuah pertanyaan
apakah elit Partai Demokrat apakah mau belajar dari Sejarah atau memperkosa
Sejarah itu sendiri, itu semua tergantung pada elit-elit Parati Demokrat jika
mereka mau belajar dari Sejarah mereka akan meminimalis kehancuran dan langsung
dapat bangkit, jika tidak kehancuran berkeping-keping segera akan datang
Politik yang dibicarakan dan
selalu diajarkan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan sekaligus Majelis
Tinggi Partai SBY yaitu Bersih, Santun dan Cerdas (B S C), semoga saja para
elit Partai Demokrat dapat mencermati dan melaksanakan ajaran manifesto politik
SBY yaitu BSC. Menurut hemat penulis Partai Demokrat didirikan bukan untuk aku,
kamu dan kami tetapi dibangun untuk aku, kamu dan kita semua demi demokrasi
Indonesia.