Berapa banyak pemuda dan remaja yang sadar akan
pentingnya masa kini tetapi melewati dan melupakan sejarah diri, keluarga, lingkungan.
Pemuda Indonesia yang dari beribu suku adalah sebuah modal kekuatan inti dalam
memainkan peran dan kontribusi terutama perjalanan sejarah bangsa ini, rangkain
sejarah pergerakan pemuda dimulai dari 1908, 1928,1945, 1966,1974, dan 1998.
Dalam pemuda Indonesia sudah pasti ada pemuda
batak yang dahulu pada tahun 1928 dikenal dengan Jong Batak, sejarah mencatat
pemuda Batak sudah ikut memperjuangkan kemerdekaan dan persatuan Indonesia.
Pemuda Batak pasti tidak lepas dengan suku Batak yang indentik dengan keragaman
adat dan istiadatnya.
Untuk seorang pemuda Batak tidak hanya cukup
menempel sebuah marga untuk menunjukkan indetitasnya dalam pergaulan teman
semarga (dongan samarga), posisi
dalam adat dan yang lainya tetapi juga harus dibekali dengan sejarah, kenapa
banyak sekali dalam tulisan ini dengan kata-kata sejarah, karena bagi penulis
sejarah sangat penting untuk diketahui dan dipelajari karena tanpa mengetahui
sejarah kita akan dilipat-lipat menjadi liliput dan hancur berkeping-keping.
Bahkan the Founding Father Bangsa ini Soekarno mengatakan,”Jas Merah, Jangan
pernah Melupakan Sejarah”. Stephon Tong dalam buku Pemuda dan Krisis Jaman
menjelaskan, jika seseorang tidak pernah mau mempelajari sejarah, maka ia tidak
akan pernah mengetahui asal-usul dan akar yang sesungguhnya bagi dirinya
sendiri, jika seorang pemuda Prancis tidak mempelajari sejarah Prancis, maka ia
mungkin tidak mengakui dirinya sebagai orang Prancis, hal yang sama juga akan
terjadi jika ada seorang pemuda Batak yang tidak mempelajari sejarah Batak,
maka ia mungkin tidak mengakui dirinya seorang pemuda Batak.
Seorang filsafat dari Prancis Will Durant
mengatakan, “Kehilangan sejarah berarti kehilangan indetitas,” apakah mau jika
ada seorang pemuda Batak yang kehilangan sejarah akan kehilangan indetitas. Hegel
seorang guru yang mengajarkan kepada muridnya Karl Max di Jerman, “pelajaran
terbesar dari sejarah ialah manusia tidak mau belajar dari sejarah.”
Timbul sebuah pertanyaan serta kejadian dimensi social
bagi masyarakat Batak yang ada di tanah perantauan (tano parserahan), masih adakah orang tua yang masih tetap memberi
pengetahuan sejarah untuk pemuda Batak,? Karena untuk dapat menjaga kelangsung perjalanan
dalihan na tolu, para pemuda Batak
harus diisi dengan pembelajaran sejarah sukunya supaya tidak kehilangan
indetitas. Dalam penglihatan dan hemat penulis sudah banyak terjadi degradasi
dalam sejarah untuk seorang pemuda Batak yang ada dalam tanah perantauan. Para
pemuda Batak yang lahir di tanah perantauan seakan-akan hanya disisakan oleh
marga yang melekat dari ayah karena suku Batak menganut Patranial geogolis,
kebanyakan dari pemuda Batak ini sudah susah untuk berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Batak, mengerti akan ucapan atau kalimat bahasa Batak.
Gereja HKBP yang sudah ada ratusan tahun di tanah
Batak dan tersebar diseluruh dunia, pada era sekarang masih kurang melihat
perkembangan dan kebutuhan Naposo bulung HKBP, Gereja jangan hanya memetingkan
sebuah bangunan fisik yang megah tetapi juga harus dapat memenuhi aspirasi
jemaat terutama NHKBP karena mereka ini yang akan menjadi penerus kelangsungan
HKBP untuk ratusan tahun mendatang. Keberadaan NHKBP menjadi salah satu tempat
bernaungnya pemuda dan pemudi Batak sudah sepatutnya HKBP memberikan sebuah
metode untuk para pemuda-pemudi Batak ini, apakah dalam setiap bulan sekali
diajarkan bagaimana menggunakan bahasa batak, panuturion, karena dengan berkumpulnya pemuda-pemudi Batak dalam
satu wadah ditanah perantauan sudah satu penujuk indetitas kesukuan tetapi
tidak melupakan nation dan agamanya. Semoga saja dalam usia yang ratusan HKBP
ada dapat memberi pendidikan sejarah dan pengetahuan bagi NHKBP diseluruh
gereja-geraja HKBP didunia.
Beruntung bagi sekelompok pemuda yang orang
tuanya masih fasih dalam menggunakan bahasa Batak dalam kehidupan sehari-hari
dalam keluarga, jadi setidak-tidaknya mereka para pemuda ini memahami arti dari
bahasa yang digunakan, barulah mereka para pemuda ini dorong dengan penuh
kesadaran untuk mempelajari sejarah Batak.
Kutipan ini yang bisa saya ambil adalah, “Disce,
ut semper victurus, vive, ut cras moriturus” yang artinya “Belajarlah seakan
engkau akan hidup kekal, hiduplah seakan engkau besok akan mati.” “Siapa
mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan. Tetapi yang mengabaikan teguran,
tersesat,” Amsal 10:17.